Pembekalan Pranikah Jangan Sekadar Formalitas

  • 19 Apr
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Pembekalan pranikah yang dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), diharapkan jangan sekadar formalitas. Sebab, pembekalan tersebut sangat penting untuk menyiapkan mental calon pengantin, agar bisa menjalani kehidupan berkeluarga dengan bahagia.

Hal tersebut ditegaskan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo, saat membuka Webinar Pencegahan Perkawinan Usia Anak sebagai Upaya Percepatan Penurunan AKI/AKB dan Stunting, secara daring dari Rumah Dinas Gubernur (Puri Gedeh), Selasa (19/4/2022).

Menurutnya, berumah tangga bukan hal sepele. Dibutuhkan mental yang kuat dalam menjalaninya. Melalui pembekalan pranikah, dapat mengetahui apakah calon pengantin sudah memahami psikologis masing-masing, sehingga lebih siap dalam menciptakan ketahanan keluarga yang kuat.

Diakui, selama pandemi Covid-19, perkawinan anak perempuan menunjukkan trend meningkat. Berdasarkan data dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, pada 2019, perkawinan anak perempuan di bawah usia 19 tahun sebanyak 3.726 anak, meningkat pada 2020 menjadi 11.301 anak, dan meningkat kembali pada 2021 menjadi 11.686. Sementara itu, anak laki-laki usia dibawah 19 tahun yang menikah, tidak mengalami peningkatan yang berarti karena selama tiga tahun bertahan di bawah angka 2.000 kasus.

Padahal, Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah mengatur batas minimal umur perkawinan perempuan sama dengan laki-laki, yaitu 19 sembilan belas tahun.

“Untuk itu, sosialisasi terhadap Undang-undang Perkawinan harus terus dilakukan, sehingga masyarakat tidak mengabaikan aturan itu. Tingginya perkawinan usia anak juga disebabkan beberapa faktor, antara lain faktor ekonomi, di mana anak dinikahkan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Ada pula faktor sosial budaya masyarakat, pendidikan, dan kasus hamil di luar nikah,” ujar Atikoh.

Karenanya, pendekatan kepada kalangan remaja penting dilakukan. Beri pengertian mereka, agar memiliki cita-cita setinggi langit, dan terus berupaya menggapainya. Dengan begitu, mereka akan fokus menjalani pendidikan demi masa depan, ketimbang memikirkan menikah di usia muda.

“Pada remaja yang tidak punya cita-cita tinggi, biasanya akan tidak pede (percaya diri) kalau dibilang jomblo. Tapi, kalau cita-citanya tinggi, mereka tidak peduli dibilang jomblo. Makanya, kami, Tim Penggerak PKK, bekerja sama dengan kelompok remaja, terus berupaya memberikan edukasi. Karena jika penyampai informasinya teman sebaya, biasanya lebih mengena,” beber Atikoh.

Ditambahkan, mencegah perkawinan usia anak, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengintensifkan program “Jo Kawin Bocah”, yang tujuannya untuk melindungi anak dari perkawinan dini. Diharapkan anak bisa berkesempatan memperoleh pendidikan yang tinggi, memiliki kesempatan tumbuh kembang yang optimal, terjaga kesehatannya baik fisik maupun mental, dan terpenting anak bisa diajarkan perencanaan keluarga.

Dia juga berharap kader PKK sampai dengan tingkat dasa wisma dapat melakukan deteksi dini perkawinan anak, melalui pencatatan pelaporan dasa wisma. Mereka dapat menjadi mata bagi Tim Penggerak PKK, untuk memastikan tidak ada keluarga di kelompoknya yang melakukan perkawinan anak.

“Dasa Wisma juga dapat melakukan konseling kepada keluarga yang ada kecenderungan akan melakukan perkawinan anak. Jika memungkinan dapat mengajak tokoh agama setempat. Manfaatkan pula media sosial untuk sosialisasi dengan kemasan yang menarik, karena sasarannya adalah remaja. Tapi, orang tua juga perlu diedukasi,” tandas Atikoh. (Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait