Marak Remaja Bunuh Diri, DWP Jateng Gelar Pendampingan dan Deteksi Dini Masalah Psikologi

  • 14 Nov
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Kasus bunuh diri sejumlah remaja yang marak diberitakan beberapa waktu terakhir ini, mengundang keprihatinan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Jawa Tengah. Untuk menghindari hal tersebut, mereka menggelar kegiatan Pendampingan dan Deteksi Dini Permasalahan Psikologi Remaja, di aula Gedung DWP Jateng, Selasa (14/11/2023).

Ketua DWP Jateng Indah Sumarno melalui Wakil Ketua III Hesti Harso Susilo mengatakan, kegiatan Pendampingan dan Deteksi Dini Permasalahan Psikologis Remaja merupakan bentuk kepedulian DWP terhadap psikologis remaja.

“Karena banyaknya kasus yang marak bunuh diri dengan remaja, sehingga kami tergerak untuk mengadakan edukasi permasalah psikologi remaja ini, karena ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat untuk mengatasi masalah yang timbul akhir-akhir ini,” kata dia, ditemui di sela-sela kegiatan.

Hesti berharap, melalui kegiatan itu, lingkungan DWP bisa lebih peduli dengan persoalan psikologis remaja, sehingga muaranya, bisa melakukan pencegahan apabila mendeteksi adanya gangguan psikologis.

“Jadi mereka perlu pendekatan dari orang tua, ayah, ibu. Mereka perlu komunikasi yang baik. Sehingga anak-anak bisa melakukan kegiatan poisitf, untuk mengindari hal tersebut,” ujarnya.

Hesti mengakui  tidak mudah menjadi orang tua. Karenanya, dibutuhkan berbagai pertimbangan dan kematangan dalam berpikir, sampai memutuskan untuk membina rumah  tangga. Ibu sebagai mitra ayah dalam rumah tangga, mempunyai fungsi yang sangat penting dalam merawat dan membesarkan anak.

Sosok ibu, imbuhnya, menjadi seseorang yang tangguh, dan merupakan role model, serta cerminan perilaku bagi anak-anaknya. Sebagai role model, ibu menjadi figur yang mengayomi, menjadi tempat berlindung, tempat berbagi, serta tempat berkeluh kesah. Di sisi lain perkembangan zaman semakin lama semakin maju, dan tantangannya pun semakin berat.

Oleh karena itu, kata Hesti, setiap orang tua ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan tersebut akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan pada anak-anak. Jangan sampai terjadi kasus remaja yang mengalami depresi dan melakukan usaha percobaan bunuh diri, apalagi maupun sampai bunuh diri.

“Tentunya ini berkaitan dengan pola asuh orang tua dan keluarga serta lingkungan, sebagai tempat tumbuh kembang psikologis remaja,” ujarnya.

Hesti menuturkan, orang tua memerlukan ketrampilan berkomunikasi yang baik, untuk mengenali karakter diri dan anak, memandang diri dan kehidupan. Sehingga, semua bisa menyikapi dan memperlakukan remaja dengan welas asih, empati, pengertian, tidak menghakimi, serta memberikan kesempatan pada remaja, untuk mengembangkan diri dan harga dirinya, namun tidak memanjakan.

“Sehingga kita bisa menjadi orang tua yang lebih baik  karena kondisi pada anak-anak kita adalah tanggung jawab kita bersama,” harapnya.

Psikolog dari Universitas Diponegoro Semarang Novi Qonitatin, menuturkan, mengingat maraknya kasus bunuh diri pada remaja  saat ini permasalahan remaja perlu segera ditangani. Kesehatan mental menjadi hal yang sangat penting, karena efeknya bisa sampai mengakhiri nyawa, dan sebagainya.

“Sebetulnya banyak faktor yang melatarbelakangi. Remaja ini dalam masa perubahan seperti pubertas, perubahan secara fisik, biologis, perubahan sosial,” kata Novi.

Belum lagi masalah akademik, persaingan prestasi, hal lain seperti tekanan lingkungan, persoalan di dalam keluarga, masalah ekonomi dan lainnya. Menurutnya, masalah itu bisa menjadi pemicu gangguan psikologis.

Novi berharap orang tua bisa mendeteksi kondisi tersebut secara dini. Diawali dengan mendeteksi atau memerhatikan perubahan yang terjadi, misalnya semula rajin sekolah, kemudian jadi malas, atau hal lainnya. Jika deteksi telah ditemukan, maka anak bisa terbuka ke orang tua. Komunikasi dengan keterbukaan tersebut menjadi penting.

“Salah satu tantangan remaja, mereka terbuka dengan temannya. Saya enggak mau cerita ke orang tua. Boleh dong punya rahasia, itu biasa terjadi. Kalau orang tua sudah menjadi teman yang hangat bagi remajanya, bisa saling terbuka, tidak hanya komunikasi saat ada masalah. Artinya, sehari-hari diajak berbicara. Saya pikir itu menjadi model,” bebernya.

Sehingga, imbuh Novi, bila nanti si anak remaja memiliki masalah, mereka akan bisa menceritakan. Karenanya, komunikatif antara orang tua dan anak remajanya harus dilakukan.

“Komunikasi, itu penting,” pungkasnya. (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)

 

 

 

Berita Terkait