Malam Terakhir Pesta Rakyat, Pangeran Sambernyawa Hadir di Wonogiri

  • 25 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

WONOGIRI – Pangeran Sambernyawa memekik kencang, “Tiji tibeh, mati siji mati kabeh. Tiji tibeh mukti siji mukti kabeh. Londone teka meh ngobrak-abrik nuswantara. Aku ora lilo yen bangsaku dirusak. Aku ora trimo yen rakyatku diidak-idak.”
Pria bernama asli Raden Mas Said itu langsung mengerahkan pasukan. Mempertahankan keyakinan, membulatkan tekad menolak penguasaan Belanda di bumi nusantara. Keteguhannya itu sama kerasnya dengan penolakannya terhadap politik adu domba yang diterapkan Belanda pada pejuang-pejuang bangsa.
Tiji tibeh, mati siji mati kabeh. Tiji tibeh, mukti siji mukti kabeh,” begitu semboyan yang dia tanamkan dalam-dalam di sanubari prajuritnya yang bermaksud jangan meninggalkan seorangpun, dalam lara maupun cita. Karena jalan kemakmuran hanya ada satu, kebersamaan.
Kuatnya idealisme perjuangan Pangeran Sambernyawa tersebut diejawantahkan oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah di atas panggung ketoprak dengan lakon Laskar Bumi Nglaroh, Sabtu (24/8/2019) di Pesta Rakyat HUT Jateng ke 69 di Pendopo Kabupaten Wonogiri. Persinggungannya dengan politik dan pemerintahan membuat Ganjar cukup matang untuk bermain karakter yang sarat dengan intrik-intrik politik itu.
Awake dewe kudu kompak njaga nuswantara. Kibarno gendera gula klapa sak dedek. Kanggo ngormati prajuritku seng gugur,” kata Ganjar dalam perannya.
Kibarno gendera gula klapa sak dedek yang dimaksud Ganjar adalah perintah pengibaran bendera merah putih setinggi orang berdiri, mengenang prajuritnya yang gugur melawan Belanda.
Ya, beberapa prajuritnya memang gugur saat bertempur melawan pasukan Belanda pimpinan Jenderal Nicolaas Hartingh yang diperankan Bupati Wonogiri, Joko Sutopo. Tapi prajurit Sambernyawa yang meninggal tidak sebanyak pasukan Hartingh. Hal itulah yang memancing Hartingh untuk melahirkan siasat jitu, karena ternyata Sambernyawa tidak bisa diremehkan.
“Kalian semua bodoh. Melawan ekstremis-ekstremis kampungan saja kalah. Berapa coba kerugian kita, berapa pasukan kita yang meninggal? Siapa itu Sambernyawa? Cari itu nama si Sambernyawa,” kata Hartingh.
Oleh anak buahnya, dipanggillah seorang Jawa bernama Pringgoloyo. Dialah pencetus siasat adu domba untuk menaklukkan Sambernyawa. Berkat intrik itu, Sambernyawa sempat cekcok dengan paman sekaligus mertuanya, Pangeran Mangkubumi. Namun itu segera disadari oleh pangeran peletak baru pertama Pura Mangkunegaran. Pertunjukan selama satu jam setengah itu diakhiri lagi-lagi dengan teriakan ciri khasnya yang sangat dikenal sampai sekarang.
Tiji tibeh, mati siji mati kabeh. Tiji tibeh, mukti siji mukti kabeh. Ayo tugase dewe saiki makarya kanggo nuswantara. Siji pesenku, gondelano kanti kenceng ing Pancasila. (Tugas kita sekarang adalah berkarya demi nusantara. Satu pesanku, berpegang teguhlah pada Pancasila),”.
Kepiawaian Ganjar dalam berakting, khususnya di panggung Ketoprak memang tidak diragukan. Berulang kali dia turut manggung dan jadi “rising star” di beberapa daerah di Jawa Tengah. Begitupun saat dia berperan di malam terakhir Pesta Rakyat HUT Jateng itu. Meskipun tanpa menampilkan atraksi kanuragan sebagaimana ciri khas utama Sambernyawa.
“Urip iku kudu urup. Aku ora bisa ndelok rakyat kula gelutan, congkrah. Aku ora bisa ndelok rakyatku bubrah,” katanya, yang bermakna, hidup itu mesti menebar manfaat. Tidak bisa aku melihat rakyatku berkelahi, saling memusuhi. Aku tidak bisa melihat rakyatku nelangsa. (Humas Jateng)

Berita Terkait