Kurangnya Sentuhan Dikhawatirkan Turunkan Ketahanan Keluarga

  • 18 Feb
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Bergesernya hubungan dalam keluarga akibat perkembangan teknologi informasi, mengundang keprihatinan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Siti Atikoh Ganjar Pranowo. Berkurangnya sentuhan dalam keluarga dikhawatirkan menurunkan potensi ketahanan keluarga.

“Saya sendiri selalu mengintrospeksi diri. Apa sentuhan dengan suami dan anak saya sudah cukup. Jangan sampai berkembangnya teknologi informasi mendekatkan yang jauh tapi menjauhkan yang dekat. Tapi bagaimana mendekatkan yang jauh, yang dekat semakin erat,” tegasnya, dalam Rapat Dewan Pembina TP PKK Jawa Tengah, di Aula Dispermadesdukcapil Jateng, Senin (18/2/2019).

Ditambahkan, bonding atau ikatan dengan keluarga memang harus kuat. Namun, masing-masing anggota keluarga, khususnya para ibu, juga tetap tidak boleh ketinggalan zaman. Karenanya, kontak antaranggota keluarga mesti terus terjaga. Orang tua pun dituntut dapat mengontrol dan menyortir informasi yang masuk di keluarganya dengan bijaksana.

“Masa anak-anak, peran orang tua menjadi mayoritas. Tapi memasuki masa remaja, peran orang tua harus bagaimana karena peran lingkungan akan berpengaruh besar. Segera temukan permasalahan, agar bisa segera di-treatment. Makanya, kami mengusulkan adanya sosialisasi metode praktis bijak dan cerdas menyikapi perkembangan teknologi informasi bagi para kader,” kata Atikoh.

Ibu satu anak ini juga menyoroti masih adanya diskriminasi anak berkebutuhan khusus (ABK) di masyarakat. Padahal seharusnya pada ABK tersebut mendapat intervensi baik dari pemerintah maupun dari lingkungan sekitarnya. Untuk itu PKK akan berupaya membantu pendataan ABK yang belum mendapatkan akses pendidikan, sehingga mereka bisa mendapat soft skill, life skill, sekaligus bekal kemandirian secara ekonomi.

“Penguatan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) juga terus dilakukan. Mereka benar-benar dari skala mikro, skala rumah tangga. Butuh upaya keroyokan untuk penguatan kapasitas UP2K, setidaknya masyarakat setempat diminta membeli produk mereka,” terangnya.

Pekerjaan rumah terbesar, imbuh Atikoh, adalah penanganan stunting mengingat di Jawa Tengah masih dijumpai kasus stunting. Untuk mengatasinya pun butuh kerja sama banyak pihak, mulai dari sosialisasi dan implementasi mengenai pangan bergizi, akses sanitasi, pola hidup bersih sehat (PHBS) termasuk cara cuci tangan pakai sabun (CTPS) yang benar, yang bisa menekan penyebaran penyakit hingga 50 persen. Selain itu juga pemanfaatan pekarangan untuk tanaman pangan yang tidak hanya mencukupi pangan keluarga, tapi sekaligus menghemat pengeluaran pangan hingga Rp 10.000 per hari.

“Penurunan angka stunting bukan cuma menurunkan kematian ibu dan anak, tapi juga meningkatkan kualitas ibu yang melahirkan, salah satunya melalui edukasi pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan. Kadang masih ada salah persepsi di masyarakat. Trimester pertama kehamilan, masa nyidam, tidak mau makan dianggap biasa. Padahal masa itu pondasi untuk pembentukan otak anak. Nyidam nggak apa-apa, tapi bagaimana makanan harus masuk,” sorotnya.

Pihaknya pun mendukung pelestarian lingkungan hidup yang digencarkan pemerintah. Terlebih, Pemprov Jateng bersama Bappenas baru saja menandatangani nota kesepahaman pembangunan rendah karbon. Minimal, ujar Atikoh, pihaknya berupaya mengurangi sampah plastik, dan mengolahnya.

“Kami membiasakan membawa gembes (tempat minum). Yang pertama, itu akan mengurangi sampah plastik, kedua agar air bersih tidak terbuang mubazir. Kami juga akan menguatkan kapasitas kelembagaan posyandu sebagai garda paling depan,” tandas Atikoh. (Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait