Ketika Atikoh Ganjar Pranowo  Ditantang “Ngapak”

  • 13 May
  • bidang ikp
  • No Comments

BANYUMAS – Menjelang akhir masa jabatan, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo memanfaatkan waktu di sela-sela pekerjaan, untuk bersilaturahmi dengan Ketua TP PKK kabupaten/ kota se-Jateng, di Taman Mas Kemambang Banyumas, Jumat (12/5/2023). Kebetulan, para ketua juga mengikuti acara yang sama, yakni Rakerda Dekranasda Jateng, pada siang harinya.
Pertemuan malam itu benar-benar dimanfaatkan untuk mempererat keakraban. Tak sekadar ngobrol dan foto bersama, mereka juga bernyanyi bersama.
Tak cukup sampai di situ, seusai menyapa para ibu, Atikoh mendapat tantangan dari pembawa acara. Yakni, bercerita dengan dialek dan bahasa ngapak, untuk membuktikan Atikoh benar-benar dari Purbalingga.
Atikoh pun menjawab tantangan tersebut.
Inyong jeneng asline Siti Atikoh Supriyanti, tetapi biasane kuwi diundang Atik. Umahe ning kana, mandang adoh, ning ndesa. Angger maring sekolah biasane aku mlaku. Angger esih cilik kae. Angger ana udan sepatune takcopot, dadi nyeker. Senengane udan udanan. Tangga-tanggane, kemutan ora, ana talang malah adus nang kana. Iya ngadangi banyu udan. Kiye jaman aku cilik. Nek saiki kiye ora nana. Yen ana udan, hei balik kana, mbokan masuk angin,” ceritanya dengan logat medok ngapak.
Artinya, nama asli saya Siti Atikoh Supriyanti, tetapi biasa dipanggil Atik. Rumah saya jauh di desa, waktu kecil berangkat ke sekolah jalan kaki. Kalau hujan sepatunya dilepas. Sukanya hujan-hujanan, sampai tetangga sekarang itu masih ingat, ada talang air malah untuk mandi air hujan. Tapi itu zaman saya masih kecil. Sekarang tidak lagi, ada hujan pasti disuruh pulang, khawatir sakit.
Atikoh mengakui, saat tinggal di Semarang, dia jarang berbahasa Jawa. Penyebabnya, bahasa Jawa Semarangan dan Banyumasan berbeda. Banyak kata yang artinya tidak sama.
“Misalnya jatuh itu ngapaknya gigal, jalan ya gili. Saya beberapa kali ngajak ngomong dengan bahasa Jawa, tapi mereka tidak tahu,” ujarnya sambil tertawa.
Makanya, untuk menghindari kesalahpahaman tersebut, Atikoh memilih menggunakan Bahasa Indonesia dalam komunikasi keseharian di Semarang. Namun, bukan berarti dia melupakan bahasa ngapak. Terbukti, malam itu Atikoh lancar menjawab tantangan yang diberikan.
“Ternyata, ibune asli ngapak,” ujar lembawa acara, yang disambut tepuk tangan dari semua yang hadir. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait