Ganjar Sebut Dolanan Gobak Sodor Hingga Wayang Bisa Bantu Siswa Tak Berpaham Radikal

  • 14 Apr
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai permainan atau dolanan tradisional bisa membantu siswa sekolah tak berpaham radikal. Dari kegiatan itu, siswa akan mampu mengambil nilai keterbukaan satu sama lain, kepemimpinan, kerja sama (teamwork), dan nilai penting lainnya.

 

“Paling bagus sebenarnya (mencegah paham radikal) dengan seni dan budaya. Pelajar bisa menari, main ketoprak, wayang, dolanan. Itu mengakrabkan, berhubungan, terbuka, ada teamwork, leadership. Gobak sodor, ada (nilai) leadership,” kata Ganjar, saat kegiatan Pemasyarakatan dan Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila, dalam rangka puncak peringatan Hari Kesatuan Gerak PKK Provinsi Jawa Tengah ke-49 tahun 2021, secara daring dan luring, Rabu (14/4/2021).

 

Pada kegiatan yang bertemakan, Penguatan Keluarga untuk Keluarga Berdaya dalam Mencegah Radikalisme oleh Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Ganjar menekankan pentingnya siswa aktif pada kegiatan seni dan budaya.

 

Selain itu, Ganjar menekankan pentingnya rasa kemanusiaan terhadap sesama. Misalnya, membantu siswa lainnya yang tengah membutuhkan. Seperti halnya, ikut membantu saat ada teman yang kesulitan, membantu tetangga yang kesusahan, atau bersikap bijak saat menggunakan media sosial.

 

Di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau sejenisnya, biasanya bermunculan ujaran yang melenceng. Dia berharap, siswa bisa selektif dan bijak dalam menanggapi. Termasuk juga, bila di medsos terdapat konten yang menyalahkan kebaikan yang selama ini diajarkan orang tua, siswa hendaknya mengabaikan itu semua.

 

“Kalau di medsos ada yang serem, kita beri contoh yang baik,” sambung gubernur.

 

Ditambahkan, paham radikal semacam itu biasanya bersliweran di media sosial. Dengan kecenderungan, biasanya dilakukan oleh kelompok tertentu atau sekelompok kecil yang merasa paling benar sendiri. Sedangkan pihak lain dianggap salah.

 

“Ciri radikal itu fanatik, menganggap diri benar, yang lain salah, intoleran, tidak mau menerima perbedaan dan keyakinan orang lain, revolusioner ingin ada perubahan secara drastis. Tidak jarang ada kekerasan, eklusif atau memisahkan diri,” ujarnya.

 

Dengan latar belakang radikalisme atau terorisme adalah fanatisme dan fundamentalisme agama yang berlebihan, nasionalisme yang berlebihan, separatisme, dan melakukan aksi kelompok teroris secara profesional.

 

Dalam kesempatan itu, Ganjar sempat menanyakan beberapa hal kepada siswa se-Jawa Tengah yang hadir secara daring, kaitannya dengan penyikapan mereka bila menemukan perbedaan di sekitarnya. Seperti halnya berbeda suku, beda agama, beda golongan, ternyata siswa seluruhnya menjawab sikap toleransilah yang dikedepankan. Bahkan, bila ada bendera yang harus dikibarkan, siswa menjawab paling utama bendera merah putihlah yang harus dikibarkan.

 

 

Waspada Provokasi

 

Ganjar menuturkan upaya menangkal radikalisme di antaranya dengan langkah preventif. Yaitu menanamkan jiwa nasionalisme, berpikiran terbuka dan toleran, waspada terhadap provokasi dan hasutan, berjejaring dalam komunitas positif dan perdamaian, dan menjalankan aktivitas keagamaan dengan toleran.

 

Upaya menangkal radikalisme juga secara kuratif, yakni memberikan pemahaman tentang bahaya dan dampak radikalisme, memberikan pemahaman tentang ajaran agama yang benar, serta menguatkan nilai-nilai nasionalisme, toleransi dan perdamaian.

 

“Perdamaian, perdamaian, ada lagunya, lho,” celetuk Ganjar dengan nada jenaka.

 

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo mengajak orang tua untuk lebih memperhatikan lingkungan anaknya. Bahkan, ikut juga mendampingi anak saat mengoperasikan gawai.

 

“Orang tua juga mendampingi saat anak memainkan gadget juga. Karena kita tidak tahu, anak kita browsing apa sejak pakai gadget. Supaya, anak-anak bisa memilih yang positif,” kata Atikoh.

 

Menurutnya, keluarga memiliki peran yang sangat besar dan efektif guna mencegah paham radikalisme ini berkembang di kalangan anak-anak muda. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak serta pengawasan dari keluarga, sangat penting untuk meluruskan pola pikir anak-anak muda agar tidak terpengaruh pada paham radikalisme.

 

Atikoh menekankan, orang tua wajib memperkenalkan norma dan nilai agama yang sangat penting dalam membentengi remaja dari pergaulan dengan orang lain. Memperkenalkan anak pada ajaran agama yang benar dan kritis terhadap perubahan perilaku anak-anak. Keluarga harus bisa menjadi tempat yang nyaman bagi seluruh anggotanya untuk saling memberikan kasih sayang, memperhatikan, membina, dan membantu. Keluarga perlu memiliki landasan yang memadai secara agama, sosial, budaya, dan ekonomi agar dapat optimal menjalankan perannya.

 

“Sebagai orang tua, kita bisa bekerja sama dengan para guru untuk mengamati perilaku anak-anak kita selama di sekolah. Masyarakat juga tidak boleh cuek dan harus peduli pada perilaku-perilaku masyarakat di sekitar kita. Perlu upaya yang holistik, komprehensif dan integrative serta kerja sama dari semua pihak, sehingga apabila ditemukan adanya gerakan radikalisme di daerah dapat tertangani secara efektif,” tandasnya. (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait