Ganjar Ingat Pitutur “Aja Mandek Senajan Dengkul Wis Ndredheg” 

  • 17 Aug
  • ikp
  • No Comments

SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi pembina upacara HUT ke-75 RI, di halaman Kantor Gubernur, Senin (17/8/2020). Dalam amanatnya, ia menyitir wejangan seorang penduduk Lereng Merapi di Klaten, agar tak pantang menyerah.

Mengawali sambutannya, ia berkisah tentang perjalanannya ke Dusun Girpasang, Desa Tegalmulyo, Klaten, Sabtu (1/8/2020) lalu. Dusun yang berada di Kecamatan Kemalang itu,letaknya terpencil di antara jurang sedalam 200 meter. Setelah melewati seribu tangga, naik turun bukit, ia bertemu dengan sesepuh kampung tersebut.‎

 

“Di‎ ‎sana saya bertemu dengan Mbah Padmo Darsono. Kami ngobrol di dapur yang ada tungku tanah liat, tumpukan kayu, perkakas masak yang menghitam dan ada jagung yang digantung. Waktu ngobrol Mbah Padmo nuturi saya, aja sambat lan aja ngeluh. Aja mandek senajan dengkul wis ndredheg (jangan mengaduh, jangan mengeluh. Jangan berhenti, walau dengkul gemetar),” kenangnya.

 

Menurutnya, dari pitutur yang terdengar sederhana itu, justru selaras dengan kondisi perjuangan bangsa di tengah wabah Covid-19. Keteguhan tekad dan spirit warga Girpasang perlu menjadi cerminan.

Kondisi itu, kata Ganjar, juga dialami oleh para pejuang kemerdekaan, yang pada saat merebut kemerdekaan hanya memiliki sumberdaya dan persenjataan yang terbatas. Namun akhirnya, bisa merebut kedaulatan atas wilayah Indonesia. ‎

 

“Agar semua menjalankan tugasnya dengan ikhlas dan tatag (teguh),” ujarnya.

 

Selain menyitir wejangan dari warga Lereng Merapi, Ganjar juga mengundang seorang veteran perang untuk menyampaikan pandangan. Adalah Kolonel (purn) MA Munadjat, pejuang saat era Timor-Timur yang lantas memberikan pesan kepada anak bangsa. ‎

 

Menurut Munadjat, upacara HUT ke-75 RI merupakan wujud rasa syukur nasional. Sebagai pejuang ia merasa persatuan sebagai bangsa mutlak dilakukan, apalagi di tengah Pandemi Covid-19.

 

‎”Kami melihat sendi kehidupan berbangsa yakni persatuan dan kesatuan mulai lemah. Seluruh aspek kehidupan, mulai dari sosial budaya, ekonomi, politik diperdebatkan sampai keluar konteks. Kita lupa dengan musyawarah, sebagai cara kita mempersatukan perbedaan. Karena kita adalah bangsa bhineka sejak kita dilahirkan,” ujarnya.

 

Dikatakan, persatuan adalah modal dasar perjuangan di segala masa. Termasuk, dalam menghadapi dan mencegah penyebaran Covid-19.

 

“Persatuan ini penting, dalam hal kita menghadapi Covid-19, yang berdampak luas terhadap kehidupan di segala bidang,” pungkas Munadjat. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait