Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Cerita Haru Visitasi Anak Buruh Tani, Calon Siswa SMKN Jateng
- 09 May
- ikp
- No Comments

KEBUMEN – Pendidikan menjadi salah satu solusi untuk keluar dari kubangan kemiskinan. Selain memberikan pengetahuan, pendidikan juga tempat untuk mengasah keterampilan seseorang semakin tajam.
Itulah yang membuat Melisa Putri Gus Miranda, gadis belia asal Desa Tunggalroso, Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, bersemangat untuk terus menempuh pendidikan. Hidup serba kekurangan, tak padamkan tekadnya untuk bersekolah. Semangatnya mengenyam pendidikan justru berkobar, dengan tujuan mengangkat ekonomi dan derajat keluarganya kelak.
Optimisme itu bersambut dengan adanya SMKN Jawa Tengah. Yakni program pendidikan gratis berkonsep boarding yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kini, siswi yang baru lulus dari MTSN 7 Kebumen itu mendaftarkan diri sebagai calon peserta didik SMKN Jawa Tengah di Semarang.
“Saya berharap sekali bisa diterima di SMKN Jawa Tengah, karena di sana gratis,” kata Melisa, saat ada kunjungan Tim Visitasi SMKN Jawa Tengah di rumahnya, Jumat (9/5/2025).
Melisa menceritakan, ia hidup dalam kemiskinan. Bapaknya pergi dari rumah sejak ia masih berusia 2 tahun. Hingga kini, ia belum pernah bertemu dengan bapaknya.
“Saya dirawat oleh ibu saya, karena bapak pergi nggak tahu ke mana sejak saya masih umur dua tahun,” kisahnya.
Dia menyadari, ibuny Mintarsih, hanyalah seorang buruh tani, sehingga jatuh-bangun untuk membesarkannya. Pendapatan ibunya jauh dari kata cukup, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Ibu saya itu buruh tani. Juga kerja serabutan untuk membiayai hidup dan sekolah saya,” terangnya.
Semangat Melisa selalu berkobar. Dia tidak ingin mengecewakan ib, yang selama ini kerja keras membesarkannya.
“Harapan saya bisa diterima dan bersekolah di SMKN Jawa Tengah. Nanti kalau lulus saya ingin sekali kerja di Jepang dan hasilnya buat bangun rumah untuk ibu,” ungkapnya.
Sementara itu, Mintarsih tak kuasa membendung air matanya saat menceritakan harapannya terhadap masa depan anaknya itu.
“Saya ingin Melisa bisa bersekolah. Kalau tidak diterima di SMKN Jawa Tengah, berat bagi saya untuk membiayai sekolah. Saya hanya kerja serabutan, kadang buruh tani,” tuturnya sambil menyeka air mata.
Sehari-hari, Mintarsih hidup bersama Melisa. Bagunan rumahnya hasil dari bantuan RTLH dengan dinding seng, ruang tamu dan satu kamar tidur. Mirisnya, rumah itu berdiri di atas lahan orang yang berkenan meminjamkannya.
“Kalau tidur bareng Melisa karena memang kamarnya cuma satu. Ya, ini rumahnya bantuan bedah rumah, tapi tanahnya milik orang. Kalau diminta, ya saya pergi,” kata Mintarsih.
Wanita berusia 46 tahun itu kembali meneteskan air mata sembari mendoakan anaknya agar diterima di SMKN Jawa Tengah.
“Semoga bisa diterima dan sekolah di sana,” tandasnya. (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)