Antisipasi Keterbatasan Pupuk Bersubsidi, Gus Yasin Imbau Petani Gunakan Pupuk Organik

  • 14 Sep
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, mendorong petani menggunakan pupuk organik. Hal tersebut disampaikan untuk mengantisipasi keterbatasan pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat.

 

“Kemarin saya dengar langsung dari Pak Mentan Yasin Limpo saat penghargaan Bidang Pertanian 2021. Beliau mengatakan bahwa produksi pupuk masih belum bisa mencukupi, baru sekitar 50 persen. Maka itu, selain menggunakan pupuk dari pemerintah, mari kita gunakan pupuk organik,” kata Gus Yasin, sapaannya, dihubungi melalui saluran telepon, Selasa (14/9/2021).

 

Menurutnya, penggunaan pupuk organik merupakan salah satu langkah untuk pemakaian tanah yang berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun sudah melakukan beberapa upaya agar para petani menggunakan pupuk organik. Salah satunya dengan pelatihan pembuatan pupuk organik.

 

Meski demikian, Gus Yasin memaklumi petani tidak bisa langsung beralih ke pupuk organik. Karenanya, dia tetap meminta agar pembagian pupuk bersubsidi dari pemerintah dapat dilakukan secara merata.

 

“Nanti pelan-pelan, sembari program kita dorong terus agar petani mulai memproduksi pupuk organik dan menggunakannya,” imbuhnya.

 

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Tri Susilarjo mengatakan, pihaknya teris mendorong petani untuk melakukan perbaikan struktur dan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk organik.

 

“Sehingga ketergantungan pupuk anorganik dapat dikurangi. Pupuk anorganik menyebabkan kondisi tanah kurus dan tidak subur,” kata Tri.

 

Ditambahkan, petani yang ingin belajar memproduksi pupuk organik dapat meminta kepada Distanbun. Mereka akan diajari cara memproduksi pupuk organik hingga sesuai dengan standar-standar yang ditentukan.

 

“Pelatihannya gratis. Hasilnya nanti kita ujikan sesuai standar yang berlaku, salah satunya Standar Nasional Indonesia (SNI). Kalau akan dipakai atau diperjualbelikan secara internal untuk satu desa misalnya, sudah percaya diri karena masuk SNI,” papar dia.

 

Tri menyampaikan, pertanian yang betul-betul organik di Jawa Tengah hingga saat ini jumlahnya masih relatif sedikit. Namun untuk jenis pertanian lainnya seperti pertanian sehat, pertanian bebas pestisida, jumlahnya sudah relatif banyak.

 

“Kalau pertanian organik memang masih sedikit, namun hasilnya menjadi sangat premium dengan nilai jual tinggi. Misalnya pertanian padi, kalau (pertanian) biasa, nilai berasnya paling Rp8 ribu sampai Rp9 ribu saja (per kilogram). Tapi kalau (pertanian) organik nilai jualnya (per kilogram) bisa lebih dari Rp25 ribu,” tandasnya. (Humas Jateng)

Berita Terkait