Kebhinnekaan Bukan untuk Dibedakan

  • 17 Nov
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Meski terkenal dengan iklimnya yang kondusif, keguyuban dan toleransi di Jawa Tengah terus diperkuat. Salah satunya, melalui Festival Jawa Tengah Kampung Bhinneka di Grhadhika Bhakti Praja, yang dibuka Sabtu (17/11).

Ketua panitia Widi Nugroho mengungkapkan, kebhinnekaan di Jawa Tengah sudah hadir jauh sebelum provinsi ini lahir. Sejarah mencatat di tanah ini berdiri Kerajaan Mataram Hindu, Mataram Buddha (Syailendra), Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran.

Di Jawa Tengah pula terbangun megah Candi Borobudur, Candi Prambanan, Menara Kudus dan Kuil Sam Po Kong. Mahakarya sebesar itu tidak mungkin dibangun tanpa memperhitungkan aspek kewilayahan dan karakteristik penduduknya. Tidak mengherankan jika Jawa Tengah begitu kaya akan keragaman agama, budaya, adat istiadat, dan potensi.

“Kebhinnekaan itu harus disegarkan kembali karena kompleksitas persoalan dewasa ini sudah tidak bisa ditangani secara linier,” bebernya.

Ditambahkan, secara hakiki, kebhinnekaan bukan untuk dibeda-bedakan, apalagi untuk dipertentangkan. Tapi justru saling dipertemukan untuk tunggal ika. Masing-masing memiliki potensi, kreasi, kearifan dan karakter yang bisa disandingkan, dikembangkan dan disumbangkan demi terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab.

Perubahan sosial, kata Widi, mendorong sebagian anak bangsa untuk tidak bangga dengan keragaman, dan lebih tertarik keseragaman. Sebagian lainnya sedang asyik mencari identitas baru sebagai upaya restorasi kehancuran budaya.

“Di sinilah ‘Tunggal Ika’ akan mengambil peran. Nilai ketunggalan harus dieksplorasi, dimaknainya kembali, dan ditransformasikan ke dalam konteks hidup kekinian agar mampu mengatur diri sendiri dan mengeksplorasi masa depan,” jelasnya.

Melalui Festival Jawa Tengah Kamoung Bhinneka yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah hingga Minggu (18/11), diharapkan dapat menambah keguyuban dan toleransi masyarakat di provinsi ini, khususnya para generasi muda.

Widi menyampaikan, berbagai jenis kegiatan yang mencerminkan kebhinnekaan dilangsungkan pada event tersebut. Antara lain, lomba Band Bhinneka antar pelajar setingkat SMP se-Jawa Tengah, lomba desain batik dan mewarnai batik bagi pelajar, lomba futsal antara komunitas keberagamaan di Jawa Tengah, pemilihan duta batik bagi pelajar setingkat SMA. Ada pula senam massal dan amal, pawai kebhinnekaan, simposium Bhinneka Ala Millenial, Bazaar UMKM Jawa Tengah dan ditutup dengan Sinau Bareng Bhinneka Tunggal Ika bersama Sabrang “Noe” Letto, Sosiawan Leak, Habib Anis sholeh Ba’ashin dan Abdul Jalil.

Gubernur Jawa Tengah yang diwakili Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah Drs Achmad Rofai MSi mengapresiasi kegiatan tersebut, karena sangat strategis dalam penguatan nilai-nilai kebangsaan. Bagaimana pun, ketahanan nasional ditentukan dari cara masyarakatnya dalam meyakini dan menghayati ideologi bangsanya.

“Bukan hanya slogan, tapi butuh karya dan langkah nyata bagi negara dan bangsa. Terlebih saat sekarang di mana banyak ancaman terhadap ideologi, seperti ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pancasila dan nilai-nilai di dalamnya,” tegas gubernur.

Ganjar kembali mengingatkan pelaksanaan pemilihan presiden dan anggota legislatif pada 2019 mendatang. Diakui, pesta demokrasi tersebut terhitung sensitif dan rawan karena adanya perbedaan pilihan.
Namun, event tersebut sudah seharusnya menjadi ajang berdemokrasi masyarakat yang guyub dan gembira. Sehingga masyarakat mesti bersama menjaga kondusivitas wilayahnya.

“Buktikan Jawa Tengah garda terdepan untuk melakukan perlawanan pada rongrongan ideologi. Kelola keragaman di Jawa Tengah agar selaras, saling terwujud harmoni yang menyejukkan negeri,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait