Jangan Sampai Diperbudak Teknologi

  • 23 Jun
  • bidang ikp
  • No Comments

SURAKARTA – Berkumpul dan bermain di jalanan atau lapangan, dulu menjadi hal yang banyak dilakukan anak-anak untuk mengisi waktu luangnya. Tapi, di era digital seperti sekarang, bermain gadget justru lebih mendominasi.

Tanya saja kepada generasi muda era kekinian. Berapa di antara mereka yang masih bermain engklek, congklak, bentengan, gobak sodor, egrang, dan sebagainya. Jangankan bermain, mungkin banyak di antara mereka yang tak mengenal permainan tradisional yang sarat pesan moral dan kebersamaan itu.

Komisioner Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah Isdiyanto Isman, mengakui perkembangan teknologi informasi membuat media sosial tumbuh pesat. Bahkan, di era disrupsi digital ini, media sosial mampu meluluhlantahkan budaya yang ada di masyarakat.

“Kalau ini dibiarkan terus menerus kita khawatir jika budaya kita akan punah berganti dengan budaya asing yang nggak cocok dengan karakter budaya kita,” ungkap Isdiyanto pada acara Media Gathering Lembaga Penyiaran di Goela Klopo, Surakarta, belum lama ini.

Dijelaskan, masyarakat Jawa Tengah memiliki karakter suka bergotong royong, guyub, rukun, saling menghargai, meskipun berbeda pendapat dan tidak mudah marah atau mengumpat. Inilah kepribadian yang dimiliki oleh masyarakat Jawa Tengah. Namun, penggunaan gawai dan mudahnya mengakses informasi dari seluruh dunia, membawa pengaruh besar di masyarakat.

Semangat kebersamaan terancam dengan jarangnya masyarakat berkumpul dan berinteraksi. ABagkan, anak-anak sudah jarang yang bermain bersama. Dalam hal ini, katanya, lembaga penyiaran mempunyai peran yang strategis untuk menjaga hal budaya masyarakat yang baik tersebut. Bahkan, lembaga penyiaran garda terdepan dalam upaya nguri-uri budaya yang ada di Jawa Tengah.

‘‘Kita ingin mengangkat kearifan lokal melalui lembaga penyiaran, karena lembaga penyiaran punya peran yang luar biasa sebagai media massa, seperti media cetak, elektronik dan media online,” jelas dia yang juga Ketua Panitia Peringatan Harsiarnas Tingkat Jateng Tahun 2019 itu.

Hak senada juga disampaikan anggota Komisi A DPRD Jateng, Samsul Bahri. Menurutnya, era digital adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dibendung. Keniscayaan tersebut yang harus diambil manfaat sebesar-besarnya oleh masyarakat ataupun insan penyiaran.

“Kita jangan terlalu terpana dengan kemajuan teknologi, dan kita mesti menjadi pengguna teknoogi yang baik. Jangan sampai kita menjadi budak atau korban teknologi,” bebernya.

Ditambahkan, lembaga penyiaran di Jawa Tengah adalah yang terbanyak di Indonesia yaitu terdapat 283 radio dan 60 televisi. Banyaknya media tersebut justru menjadi peluang untuk mengenalkan dan memromosikan kearifan lokal yang ada. Mereka mesti mem-blow up mengenai berbagai makanan tradisional, kesenian, olahraga maupun permainan tradisional melalui media masing-masing.

“Olah raga tradisional ada engklek, bengkot, egrang, cekcue, ini sekarang sudah banyak yang tidak ngerti. Lha itu supaya diangkat lagi. Apalagi banyak nilai kebersamaan pada permainan itu,” ungkapnya.

Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah, Setyo Irawan mengingatkan, agar lembaga penyiaran terus mengedukasi masyarakat dengan membuat program yang menarik. Sehingga informasi itu diminati masyarakat, dan dapat mencerdaskan.

“Selama ini kita kan fokus dengan berita-berita di media sosial yang lebih banyak berita negatifnya daripada positifnya. Sehingga berita-berita yang dari media mainstream seperti TV, radio, media cetak itu sangat dibutuhkan sebagai penetrasi terhadap berita-berita media sosial,” jelasnya.

Setyo pun mengapresiasi sejumlah lembaga penyiaran yang telah mengalokasikan siaran berbahasa Jawa dengan intensitas dan durasi lebih lama. Dengan begitu, kebudayaan lokal dapat kembali terangkat. (Tu/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait