STAF AHLI MENKO POLHUKAM KUNKER DI CILACAP

  • 06 Dec
  • yandip prov jateng
  • No Comments

CILACAP-Staf Ahli bidang Idiologi dan Konstitusi Kementerian Koordinator Polhukam, Irjen Pol Drs. Ghufron, MM, MSi dan Staf Ahli bidang Sumber Daya Alam dan lingkungan Hidup, Asmarni, SE mengadakan kunjungan kerja di Kabupaten Cilacap.

Staf Ahli Kemko Polhukam tersebut, diterima Bupati Cilacap yang diwakili Assisten Ekonomi Pembangunan, Drs. Dian Setyabudi, di ruang Prasanda Pendopo Wijayakusuma Cilacap, Selasa (05/12).

Kunjungan kerja Staf Ahli Menkopolhukam di Cilacap dalam rangka penyelarasan kegiatan Pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, khususnya terkait dengan penanganan dampak lingkungan usaha pertambangan dan reklamasi di Cilacap. Dalam penerimaaan tersebut, Bupati didampingi sejumlah kepada SKPD terkait dan undangan lain.

Kepada tim dari Menko Polhukam, Assisten ekonomi dan Pembangunan Dian Setyabudi menyampaikan, tentang penanganan dampak lingkungan hidup, usaha pertambangan dan reklamasi yang ada di Kabupaten Cilacap, sudah berjalan dengan baik.

Beberapa komoditas tambang di Kabupaten Cilacap ada beberapa macam. Cilacap beberapa waktu yang lalu  mempunyai Tambang pasir besi yang dikelola oleh Aneka Tambang, yang dilanjut oleh swasta yang berada di kecamatan Adipala, Binangun, dan Nusawungu. Dari penambangan tersebut, kadar besinya hanya sekitar 41% sehingga kalau untuk mencapai kadar besi 55% hingga 60%,  memang harus diolah kembali.

Potensi lain yang ada di Cilacap berupa pasir sungai dan sirtu, dimana Cilacap mempunyai stok di sungai Serayu Kecamatan Kesugihan Kecamatan Maos dan di sungai Citanduy Kecamatan Wanareja serta Kedungreja. Hal ini untuk komoditas mineral bukan logam dan batuan.

Selain itu Cilacap juga mempunyai gunung batu. Kalau melihat breakwater yang ada di PLTU, itu diambil dari batu-batu lokal Cilacap.  Potensi ini berada di Kecamatan Jeruklegi, Majenang dan Kecamatan Dayeuhluhur. Begitu juga dengan potensi tanah urug yang cukup banyak tersedia di Kesugihan, Jeruklegi dan Kroya.

Potensi lain yang dimiliki Cilacap adalah batu kabur yang berada di pulau Nusakambangan. Surat Ijin Pertambangan Daerah/SIPD yang sudah dikeluarkan Pemerintah untuk penambangan batu kapur mencapai 998 hektar atau 1000 hektar. Dari 1000 hektar tersebut sampai sekarang ini yang sudah ditambang sebesar 140 hektar.  Luasan tersebut baik yang sudah ditambang maupun yang di revegetasi. Luas tambang aktif sekarang mencapai 54,8 hektar.

Penambangan Holcim di Nusakambangan memang menjadi komunitas perbincangan. Karena Nusakambangan itu sebagai penyelamat kota Cilacap pada saat terjadinya tsunami 2006.  Kalau seandainya tidak ada Nusakambangan, barangkali kota Cilacap sudah hancur lebur sampai ke pendopo, ujar Dian.

Dengan adanya Nusakambangan, sehingga gelombang tsunami yang terjadi saat ini mampu tertahan. Meski secara umum Cilacap aman, namun di sejumlah kecamatan Timur Cilacap seperti, Binangun, Nusawungu dan Adipala terdapat beberapa korban yang meninggal dunia.

Penambangan batu kapur oleh Holcim di Nusakambangan sampai batas terendah mencapai 12 meter diatas permukaan laut. Namun sekarang ini Pemkab Cilacap disibukan oleh pertanyaan dari para LSM yang melihat bahwa telah terjadi kerusakan di Nusakambangan.

Hal ini terjadi karena gundulnya Nusakambangan terlihat dari Kota Cilacap. Padahal mestinya penambangan itu dari garis pantai paling tidak sejauh 200 meter. Kondisi yang demikian menimbulkan kekhawatiran,  jangan-jangan nanti Nusakambangan itu habis padahal luas Nusakambangan mencapai 115 ribu hektar. Jadi areal penambangan oleh Holcim itu hanya sebagian kecil dari seluruh luasan pulau Nusakambangan, ujar Dian.

Bahan baku semen selain batu kapur Nusakambangan, juga tanah liat yang berada disebelah utara Kota Cilacap yakni di kecamatan Jeruklegi. Hingga sekarang luas tambang aktif seluas 19,27 hektar.

Bicara potensi pasir besi pasir yang dikelola PT. Aneka Tambang yang berada disepanjang pantai yang tanahnya berada pada kewenangan TNI. Luasannya dari Teluk Penyu Cilacap sampai dengan perbatasan Kebumen. Hanya saja pengelolaan pasir besi oleh PT. PT Aneka Tambang tidak dieksploitasi semuanya, karena kandungan pasir besinya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Di Cilacap pernah beroperasi PT. Aneka Tambang yang beroperasi sejak tahun 1960-1962. Eksplorasi dilakukan oleh Direktorat pertambangan Jakarta bekerjasama dengan Nikko Steel Jepang pada wilayah Sepanjang pesisir pantai Selatan Kabupaten Cilacap mulai dari Teluk Penyu sampai ke muara sungai hijau di Jetis berbatasan dengan Kebumen. Kemudian pada tahun 1969 sampai 1972 eksplorasi detil itu dilakukan oleh PT.  Aneka Tambang di wilayah Cilacap dan juga di daerah Wates.

Tahun 1970 -2003, eksploitasi pasir besi dilakukan, baik di Teluk Penyu, muara sungai Serayu, Bunton muara sungai Bengawan Adiraja, dan didesa Karangbenda dan Glempangpasir. Pada Oktober 2003, eksploitasi pasir besi dihentikan, karena sudah tidak ekonomis menurut PT. Aneka tambang. Pada 2003 hingga 2009, lahan pasca tambang berupa lahan pertanian yang terdiri dari lahan basah dan kering, ditanami ketapang, cemara, palawija dan tanaman sayur-sayuran. Dan sekarang lahan tersebut digunakan untuk wisata yaitu di daerah Sodong. Pada tahun 2009, dilakukan pengakhiran pasca tambang.

Upaya yang dilakukan pada aeral bekas tambang, PT. Aneka Tambang melakukan Binwas, dan movev melalui inspeksi secara berkala oleh Tim Penutupan Tambang Kabupaten Cilacap. Hal ini dilakukan sebelum ada Undang-Undang Otonomi Daerah yang terbaru.

Staf Ahli bidang Idiologi dan Konstitusi Kementerian Koordinator Polhukam, Irjen Pol. Drs. Ghufron, MM, MSi menyampaikan, kunjungan kerjanya untuk menseleraskan berbagai kebijakan pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau antara Kementerian yang satu dengan yang lain. Kalau terdapat ketidakharmonisan atau ada hal yang perlu dikoordinasikan, maka Kementeriaan Koordinator menjembatani hal tersebut.

Dengan diundangkannya, Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014, terdapat beberapa kewenangan dari Pemerintah Daerah yang bergeser, dari Kabupaten/kota ke Provinsi. Dengan adanya pergeseran kewenangan tersebut, sampai sekarang, masih dilakukan upaya menemukan format dalam rangka penyesuaian.

Hal ini tentunya berimplikasi dalam pelaksanaan tugas dilapangan. Ada beberapa pengelolaan kewenangan, seperti sekolah menengah Atas yang pengelolaannya di tarik ke Pemerintah Provinsi.

Demikian juga dengan permasalahan tambang, karena hal ini juga menjadi permasalahan yang cukup pelik. Bahkan dibeberapa tempat ada data tambang yang tidak diserahkan ke Pemerintah Provinsi. Masalah-masalah ini tentunya tidak boleh berlarut-larut, ujar Ghufron. (hromly)

Berita Terkait