Rumah Bambu Pak Yayak, Wadah Kenali Budaya Jawa

  • 10 Mar
  • yandip prov jateng
  • No Comments

TEMANGGUNG – Rumah bambu di tengah perkampungan tidak banyak ditemui di era sekarang ini. Namun, di Kabupaten Temanggung, ada rumah bambu yang dijadikan pemiliknya sebagai tempat untuk nguri-uri atau menghidupkan kembali budaya Jawa di era milenial ini yang tidak banyak orang tertarik untuk mempelajarinya.

Dikenal dengan nama ”Rumah Bambu Pak Yayak” di Dusun Banaran, Pringapus, Kecamatan Ngadirejo, rumah ini menjadi tempat sarasehan kebudayaan oleh kelompok yang diberi nama Kadipaten Bhumi Phala setiap 36 hari sekali.

Diawali dengan kesamaan kecintaannya terhadap budaya Jawa di grup messenger, akhirnya dibuatlah sebuah kelompok yang bertujuan untuk menghidupkan kembali budaya Jawa yang hampir punah atau mati suri. Kebetulan, salah satu anggotanya, yaitu pak Yayak mempunyai rumah sederhana model Jawa kuno, dan akhirnya Kadipaten Bhumi Phala melakukan kegiatan sarasehan kebudayaan di rumah tersebut.

“Harapannya ini dijadikan sebagai tempat untuk kita mengasah pikiran, saling tukar kawruh, saling kita ngudari masalah, saling kita sharing-sharing seperti itu,” ungkap Adi Duta Purnama (40), Ketua Kelompok Kadipaten Bhumi Phala sambil menunjuk salah satu sudut rumah, di Temanggung, Senin (9/3/2021).

Ia menuturkan, budaya yang dianggap mati suri, di antaranya seni Tari Sandulan, Tari Kuntulan, permainan congklak, egrang, dan lain-lain. Rencananya akan didatangkan praktisi-praktisi yang ahli di bidangnya, dan akan disajikan ke masyarakat, sehingga masyarakat akan mengenal kembali budaya-budaya tersebut.

Acara sarasehan budaya juga dimaksudkan untuk memberikan dukungan agar jiwa seni dalam diri anggota tidak meredup. Dengan jumlah anggota 31 orang dan kondisi pandemi, maka yang diundang dalam sarasehan hanya beberapa orang saja, dengan protokol kesehatan.

Anggotanya pun mempunyai beragam profesi. Siapapun bisa masuk dengan persyaratan khusus yaitu di dalam dirinya harus mempunyai jiwa seni, peduli dengan budaya jawa dan mempunyai pengetahuan di bidang seni budaya. Kemudian, masih mau menggunakan pakaian adat dan mempunyai visi misi yang sama, yaitu nguri-uri budaya Jawa. Selain itu tingkah laku yang baik juga menjadi poin penting dalam keanggotaan kelompok seni ini.

“Mudah-mudahan ini menjadi suatu heritage untuk warga desa dan untuk masyarakat Kabupaten Temanggung,” imbuhnya.

Nama Kadipaten Bhumi Phala dipilih karena salah satu tujuannya juga untuk eksplorasi tanaman-tanaman yang sudah hampir jarang ditemui di Kabupaten Temanggung ini.

“Bhumi Phala itu bumi pala. Ada pala gumantung, dan ada pala kependhem. Itu harus kita eksplorasi. Beberapa kita pajang di sini, ada jagung, ada ketela pohon, ada blewah, ada koro, macem-macem,” tambahnya.

Adi berharap generasi muda sekarang ini tidak kehilangan jati diri orang Jawa dengan istilah “Wong Jawa Sing Jawani Ora Ilang Jawane”. Karena ia menilai pada era sekarang ini generasi muda lebih tertarik ke teknologi yang canggih dibandingkan dengan kebudayaan Jawa yang dianggap kuno.

Penulis: MC TMG/Cahya;Sisca;Ekape
Editor: WH/DiskominfoJtg

Berita Terkait