Nomorsatukan Budaya Damai, Sebelum Naik ke Pengadilan

  • 03 Sep
  • yandip prov jateng
  • No Comments

PURBALINGGA – Perkara pidana dari Kepolisian dapat dihentikan di Kejaksaan tanpa diproses di pengadilan. Hal itu berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Purbalingga Lalu Syaifudin, saat acara Menyamakan Persepsi dan Strategi Pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang Lebih Akuntabel, di Pendapa Cokrosunaryo, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Rabu (2/9/2020). Menurutnya, aturan itu perlu disampaikan kepada masyarakat, supaya budaya berdamai dinomorsatukan dalam menyelesaikan persoalan pidana. Sehingga rasa kekeluargaan, kekerabatan, kegotongroyongan tetap terjaga sebagai warisan leluhur.

“Kepada para Kepala Desa (Kades) maupun masyarakat yang tersangkut perkara hukum agar dapat berdamai/ diselesaikan sebelum dinaikkan ke pengadilan,” bebernya.

Meski demikian, lanjut Lalu, dalam proses penghentian penuntutan tersebut, ada beberapa syarat yang perlu dianalisis oleh pihak Kejaksaan, sesuai dengan peraturan di atas. Kejaksaan Negeri Purbalingga juga menyatakan terbuka sebagai tempat konsultasi para Aparatur Pemerintahan Desa terkait akuntabilitas pengelolaan DD dan ADD.

“Kami mengubah Kantor Kejaksaan sebagai balai konsultasi atas kebimbangan yang dihadapi para Kepala Desa, baik karena tidak paham regulasi, ada regulasi tapi berbenturan, atau karena terlanjur melakukan tetapi baru menyadari. Apapun motivasinya kami siap, jangan ragu untuk menyampaikan dan kami tidak akan membawa ke ranah pidana,” ungkap Kajari.

Lalu menambahkan, sudah ada kerja sama antara pihak kepolisian, kejaksaan dan pemerintah daerah untuk menindaklanjuti aduan masyarakat terkait tata kelola keuangan desa, yang akan dianalisis terlebih dulu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat. Ketika terbukti kuat terjadi perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara, baru akan berurusan dengan Aparat Penegak Hukum (APH).

“Ketika terjadi kerugian negara, bupati dapat meminta kepada kejaksaan untuk menagih, baik dibayar lunas, dicicil, atau diserahkan dalam bentuk barang. Apabila terjadi sebuah kasus, akan lebih baik ditagih atau dipidana? Kalau ragu memilih, kami yang akan menentukan sikap,” kata Kajari Kepada para Kepala Desa maupun Badan Pengawas Desa (BPD) yang hadir.

Menurutnya, pendampingan ataupun konsultasi pemerintah desa kepada Kejaksaan merupakan langkah yang tepat. Sebab, terkadang banyak oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mencari-cari kesalahan, mengintimidasi desa sampai meminta jatah.

“Cara menghadapi hal demikian, ketika sudah dalam pendampingan Kejaksaan, ajak oknum LSM tersebut ke Kejaksaan untuk dicarikan solusi bersama. Biasanya mereka tidak berani,” ungkap Lalu.

Inspektur Kabupaten Purbalingga Widiono menyampaikan, dari hasil monitoring/audit masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Rata-rata dalam hal penatausahaan pengelolaan dana, SPJ tidak tertib, pajak yang lupa tidak terbayar, belum mencantumkan sumber pendapatan lain seperti Bantuan Keuangan Khusus (BKK), dividen BUMDes, pengelolaan aset belum tertib, pengadministrasian kepegawaian (daftar hadir) tidak lengkap dan sebagainya.

“Mestinya setelah audit kalau ada temuan segera tindaklanjuti. Saat NHP (Naskah Hasil Pemeriksaan) inilah, yang menjadi kesempatan untuk berkomunikasi kepada kami mengenai permasalahannya. Sepanjang dapat berargumen, dipersilahkan, sehingga saat LHP, permasalahan sudah selesai. Harapannya, saat ada kecurigaan masyarakat, Bapak/ Ibu sudah menyelesaikan atau mengembalikan ke kas desa,” ujar Widiono.

Penulis : Gn/Humas
Editor : dnk/Diskominfo Jateng

Berita Terkait