Lokomotif Jaladara Kini Tak Sendirian

  • 10 Feb
  • yandip prov jateng
  • No Comments

SURAKARTA – Jaladara, kereta api uap wisata andalan Pemkot Surakarta kini punya lokomotif baru. Sebuah lokomotif uap produksi Jerman tiba di Stasiun Purwosari Solo, Kamis pekan lalu (6/2/2020). Kedatangan lokomotif bernomor lambung D1410 tersebut, diharapkan menjadi pendamping bagi gerbong Jaladara sebagai ikon wisata Kota Bengawan.

“Lokomotif ini akan digunakan bergantian dengan lokomotif Jaladara. Mungkin juga bisa dioperasikan jika rencana perpanjangan rute kereta api uap wisata hingga Wonogiri terealisasi,” ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), Hari Prihatno, saat menyambut kedatangan lokomotif baru tersebut.

Lokomotif baru tersebut menjadi bukti kesuksesan Pemkot Surakarta mendatangkan lokomotif cadangan bagi Jaladara. Terdiri dari sebuah lokomotif kuno berusia 124 tahun dan dua gerbong kayu, Jaladara menyuguhkan nostalgia melalui city tour menyusuri rel peninggalan Belanda yang membelah pusat kota Surakarta. Namun, usia lokomotif lawas yang lebih dari satu abad tersebut membuat kemampuannya kian menurun.

Perawatan demi perawatan semakin kerap dijalani lokomotif berseri C1218 tersebut, agar tetap bisa dioperasionalkan sesuai peruntukkannya. Jika sudah masuk ruang perawatan, otomatis pelayanan wisata sepur kluthuk terhenti. Padahal jumlah trip kereta Jaladara dalam setahun bisa mencapai 80 kali.

Kedatangan lokomotif baru tersebut, menurut Hari, memudahkan pengelola Jaladara untuk menyusun jadwal pemeliharaan kereta. Bahkan, dengan adanya lokomotif pengganti maka kemungkinan untuk menambah jumlah perjalanan sepur kluthuk ikut terbuka, lantaran lokomotif tambahan itu lebih kuat dibanding lokomotif Jaladara.

Opsi pengembangan wisata sepur kluthuk pun kian bervariasi, karena Pemkot akan menerima gerbong inspeksi dan gerbong pertemuan (meeting) dari PT KAI dalam waktu dekat.

“Yang pasti, lokomotif baru itu sudah disiapkan menjadi salah satu penyemarak perayaan Hari Jadi ke-275 Kota Solo pada bulan ini,” beber Hari.

Sebelum tiba di Solo, lokomotif berwarna dominan hitam tersebut sempat menjadi koleksi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Oleh PT KAI, lokomotif tersebut kemudian direstorasi di Balai Yasa Yogyakarta selama bulan April hingga November 2019. Biaya restorasinya mencapai Rp 2 miliar. Bahkan saking tuanya, tidak sedikit suku cadang yang terpaksa dicomot dari lokomotif uap lain atau dipesankan secara khusus ke beberapa tempat.

“Lokomotif uap ini terakhir beroperasi di wilayah Jawa Barat, sebelum akhirnya disimpan di kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Diproduksi di Jerman pada 1921 dan terakhir beroperasi pada 1958,” ungkap Kepala PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 6 Yogyakarta, Eko Purwanto, saat penyerahan lokomotif uap tersebut kepada Pemkot Surakarta.

Sementara itu, koordinator Tim Restorasi Balai Yasa Yogyakarta, Suharyanto, mengimbuhkan bahwa lokomotif yang bisa melaju dengan bakar batu bara atau kayu jati itu mampu menarik empat gerbong penumpang.

“Kalau dijalankan setiap hari malah lebih bagus. Tapi tetap ada batasannya karena operasionalnya di dalam kota,” tegasnya.

Penulis: Kontributor Kota Surakarta

Editor : Tn Diskominfo Jtg

Berita Terkait