Kentongan Dipukul, Siswa Lari Sambil Lindungi Kepala

  • 23 Sep
  • bidang ikp
  • No Comments

KLATEN – Dzakira, bocah tujuh tahun, lari tergopoh-gopoh meninggalkan ruang kelas sambil melindungi kepala dengan tas sekolahnya. Usai mendengar suara kentongan “titir” dipukul berulang kali oleh gurunya penanda terjadi gempa, bocah kelas II Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Hidayah Klaten bernama lengkap Dzakira Aftani Sakhi Priyono itu menyelamatkan diri, berhamburan bersama ratusan siswa yang lain.

Sebanyak 280 anak SDIT Hidayah Klaten tampak serius dan gembira mengikuti simulasi bencana yang diadakan pihak sekolah setempat dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten, Senin (23/9/19). Awalnya anak-anak diminta  berlindung di bawah kolong meja ketika sinyal tanda bahaya gempa dibunyikan.  Dianggap sudah agak aman, muncul petugas yang memberitahu kepada semua siswa segera meninggalkan ruang kelas menuju titik kumpul yang lebih aman, dengan tetap melindungi kepala dari benturan yang mungkin muncul.

“Saya baru pertama mengikuti kegiatan ini. Tadi dari petugas berbaju orange itu mengingatkan untuk langsung berlindung di bawah kolong ketika terjadi gempa.  Dengan lagu-lagu juga diajarkan untuk menjauhi kaca, dan yang terpenting melindungi kepala dengan tas sekolah ketika gempa. Simulasinya menarik, tidak saja dengan kegiatan, tadi juga diajak bernyanyi,” jelas Dzakira.

Kepala Seksi Pencegahan BPBD Klaten Lestari menyampaikan, kegiatan simulasi bencana menjadi salah satu mitigasi yang dilakukan BPBD Klaten untuk pengurangan risiko bencana. Masyarakat harus mempunyai kesadaran untuk melindungi diri saat bencana.

“Simulasi bencana di lingkungan pendidikan seperti PAUD, SD, SMP dan SMA/SMK, sangat efektif dilakukan sebagai bagian pengurangan risiko bencana itu bisa dipahami masyarakat secara dini. Hari ini di SDIT Hidayah Klaten diterjunkan empat relawan bekerja sama dengan guru sekolah, agar anak-anak tahu apa yang harus dilakukan saat gempa,” bebernya.

Ditambahkan, sistem pengurangan risiko bencana di lingkungan sekolah mesti ditata, mulai penentuan titik kumpul sampai jalur evakuasi. Hasil koreksinya, masih banyak bangunan sekolah yang belum memperhatikan aspek pengurangan bencana.

“Kolong meja jangan terlalu sempit, sehingga anak bisa berlindung jika ada bencana.  Jalur darurat juga harus ada, sehingga anak-anak mempunyai akses menyelamatkan diri secara cepat. Jangan semua pagar sekolah ditutup rapat. Harus ada pintu-pintu darurat untuk menyelamatkan diri bagi anak-anak sekolah jika terjadi kondisi bahaya,” jelas Lestari.

 

Penulis : Joko Priyono, Diskominfo Klaten

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait