Gelar Pasar Pagi Mulai Naikkan Harga Produk Petani

  • 29 Sep
  • yandip prov jateng
  • No Comments

TEMANGGUNG – Minggu pagi, puluhan lapak memenuhi tepi jalan Desa Mondoretno, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah. Aneka sayur mayur dan makanan olahan khas desa dijual di sana.

Pasar Pagi Mondoretno mulai dibuka kembali setelah vakum selama empat bulan karena pandemi Covid-19. Pasar yang diprakarsai oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) beroperasi mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan 10.00 WIB, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Ketua KWT Usaha Maju Dusun Jojogan, Desa Mondoretni, Ariyati, mengatakan, Pasar Pagi merupakan inisiatif KWT untuk mewadahi hasil pertanian sayuran dari warga daerah itu, saat harga sayuran anjlok. Selama pandemi Corona, harga sayuran yang cenderung rendah, menyusahkan warga yang sebagian besar adalah petani sayuran.

Keberadaan pasar juga dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Mondoretno selama pandemi. Sebelumnya, karena pandemi Covid-19, hasil penjualan dari produk pertanian cenderung kurang bagus.

“Kita berpikir untuk menjualnya. Ini seperti jogo tonggo. Bukan sayuran digratiskan, tetapi dengan mendorong warga membeli produk sayuran tetangganya sendiri,” ujar Ariyati, Minggu (27/9/2020)

Novita Pristiani, salah seorang anggota KWT menambahkan, biasanya para pedagang sayuran keliling atau biasa disebut sebagai eyek bisa leluasa masuk dan berjualan di Desa Mondoretno. Namun selama gelaran Pasar KWT, eyek tidak diperbolehkan memasuki desa. Sebab masyarakat diharuskan berbelanja produk sayuran dari tetangganya sendiri.

Dijelaskan Novita, ini merupakan gelaran pasar yang keenam. Gelaran pertama diselenggarakan pada 2 Agustus lalu. Pasar KWT digelar tiga kali dalam sebulan. Yakni pada Minggu Kliwon, Minggu Legi, dan Minggu Pahing. Jumlah pedagang yang membuka lapak di pasar ini ada 28 orang.

“Khusus pengurus KWT hanya menjual sayuran. Lainnya makanan, pakaian dan kerajinan,” kata Novita.

Ditambahkan, pada awal penyelenggaraan pasar, tiap anggota KWT iuran masing-masing sebesar Rp50 ribu sebagai modal awal. Selanjutnya tiap lapak memberikan kontribusi Rp5 ribu setiap kali gelaran pasar. Sekarang omzet dari Pasar KWT bisa mencapai Rp4 juta setiap kali gelaran pasar.

“Kami tidak menyediakan plastik untuk membungkus sayuran, tetapi menggantinya dengan tas dari kertas bekas yang dibuat sendiri oleh anggota KWT,” katanya.

Protokol Kesehatan Ketat

Kepala Desa Mondoretno, Beni Sujono, mengatakan, selama harga sayuran jatuh, petani amat kesusahan. Oleh sebab itu KWT berinisiatif untuk membuka gelaran Pasar Minggu Pagi ini.

“Biasanya sayuran dari desa ini dijual ke Jakarta, Yogyakarta, dan Semarang, dengan volume penjualan satu ton per hari dari berbagai jenis sayuran. Nilainya sekitar Rp6 juta. Selama pandemi, sayuran tidak bisa dikirim ke luar daerah dan petani tidak punya modal tanam, sehingga harus berhutang,” katanya.

Keberadaan pasar KWT ini, terang Beni, sedikit membantu menaikan harga jual sayuran. Umpamanya, sebelum pandemi harga cabai dari petani mencapai Rp15 ribu per kilogram (kg). Saat awal pandemi harga jual cabai dikisaran Rp1.500 – 2.000 per kg. Setelah ada gelaran, kini harga cabai menjadi Rp5 ribu per kg.

Komoditas brokoli, tomat, dan terong jatuh sampai Rp1.000 per kg di awal pandemi. Di pasar KWT bisa terjual Rp2.500 per kg. Harga labu siam sekarang Rp500 per kg, saat awal pandemik hanya laku Rp300 per kg.

“Meskipun harga sayuran sudah mulai naik setelah ada gelaran pasar ini, namun masih belum bisa membuat ekonomi petani desa kami bangkit,” ujar Beni.

Beni menjelaskan, pembukaan kembali Pasar Pagi Mondoretno menerapkan aturan protokol kesehatan secara ketat. Dari mulai pintu masuk semua pengunjung dan pedagang di pasar pagi ini harus cuci tangan, pakai masker, dan dilakukan pengecekan suhu tubuh menggunakan thermogun.

“Kita ingin memutar perekonomian melalui pasar pagi ini, tetapi kesehatan dan keselamatan warga juga menjadi prioritas utama kami,” pungkas Beni.

Penulis : MC.TMG/Tosiani;Ekape
Editor : WH/Diskominfo Jtg

Berita Terkait