Di Klaten, Tanggul Tepi Sungai Disulap Jadi Pasar yang Unik

  • 21 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

KLATEN – Minggu  pagi itu tanggul  sungai Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten sangat ramai tidak seperti biasanya yang sunyi. Maklum setiap pasaran Minggu legi, tanggul tepian sungai yang dipenuhi tanaman bambu itu berubah menjadi pasar tradisional yang ramai dikunjungi warga sekitar. Tidak saja berbelanja, pengunjung  juga bisa berwisata kuliner secara unik di Pasar Pinggir Tanggul yang lebih dikenal dengan Peken Pinggul.
Tapi, jangan coba-coba beli dengan uang rupiah karena tidak akan laku di sana. Transaksi di pasar tradisional yang kian hari menjadi pergunjingan ramai warganet itu menggunakan uang gerabah sebagai alat tukar. Pengunjung yang ingin berbelanja harus menukarkan rupiahnya dengan uang gerabah. Setiap uang gerabah senilai Rp2.000, swperri yang tertera pada gerabah berbentuk bulat itu.
Dengan uang gerabah, pengunjung bisa membeli hidangan tradisional desa seperti pecel, tempe dan tahu bacem, cenil, gatot, tiwul, pisang goreng, singkong goreng, dan lainnya. Ada pula aneka hiasan gerabah dan keramik. Serunya, semua barang yang dijualbelikan tidak ada yang menggunakan pembungkus plastik. Semua dibungkus dengan daun atau kertas yang ramah lingkungan.
Theo Markis, petugas pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), yang bersama Dani Utama dan rekan-rekannya, adalah penggagas lahirnya Pasar Pinggul. Theo menyampaikan, ide pembangunan pasar tradisional itu untuk mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat.
Dijelaskan, Desa Melikan, Wedi, Klaten merupakan sentra gerabah dan termasuk desa merah dengan sasaran PKH. Melihat potensi yang ada, pihaknya bekerja sama dengan Pemerintahan Desa Melikan dan Komunitas Sungai, memunculkan gagasan mendirikan pasar tradisional yang tidak hanya mengedepankan jual beli, tapi bernuansa wisata.
“Maka konsep Pasar Pinggul adalah wisata belanja secara tradisional yang sementara ini buka selapanan setiap minggu legi,” jelas Theo saat dikonfirmasi, Senin (19/08/19).
Menurutnya, saat ini ada sekitar 80 pedagang dari warga setempat yang berpartisipasi di Pasar Pinggul. Semuanya adalah keluarga penerima PKH. Produk yang dijajakan sederhana. Tapi mereka mesti menjual dengan menggunakan pakaian tradisional Jawa, lengkap dengan caping khas petani. Saat bertransaksi pun mereka menggunakan bahasa Jawa.
Keunikan itu membuat pengunjung semakin banyak, tak hanya warga di sekitar desa itu, tapi juga dari kecamatan lain. Bahkan saat ini, setiap pasar buka, pengunjung bisa mencapai 500-800 orang.
“Karena konsepnya pasar wisata, pengunjung juga mendapatkan hiburan gratis. Hadroh atau cokekan bisa menjadi hiburan pengunjung sambil berbelanja. Pokoknya seru, murah, dan happy. Maka datang saja ke Pasar Pinggul, Melikan, Wedi, Klaten jika penasaran,” pesan Theo.
Penulis : Joko Priyono Diskominfo Klaten
Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait