Pancasila Kunci Eksistensi Indonesia

  • 23 Jul
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Nuansa kerukunan antarumat beragama kental terasa, saat PW Nahdlatul Ulama Jawa Tengah menyelenggarakan Halal Bihalal Kebangsaan di SMA Nasima Semarang, Sabtu (22/7). Tidak hanya karena kegiatan itu dihadiri oleh tokoh-tokoh lintas agama, tapi juga rangkaian acaranya yang diisi oleh gabungan siswa lintas agama.

Salah satu pengisi acaranya adalah paduan suara Bhinneka Tunggal Ika yang terdiri dari 64 siswa SMA Nasima, SMA Karangturi, SMAN 3 Semarang dan SMA Sultan Agung Semarang. Mereka kompak membawakan lagu Indonesia Pusaka dan Indonesia Jaya dengan apik. Di samping itu ada Tari Persahabatan dari Papua yang dibawakan mahasiswa Papua dan Tari Paravastri dari Bali yang ditarikan oleh delapan anak dari SMA gabungan se-Kota Semarang.

Ketua PW NU Jawa Tengah, Prof Abu Habsin mengatakan, Halal Bihalal Kebangsaan dipersembahkan untuk menciptakan kedamaian, kerukunan, dan keharmonisan kehidupan di antara umat beragama yang harapannya menjadi landasan bagi kesejahteraan jasmani maupun kehidupan rohani bangsa Indonesia. Momentum sebulan berpuasa hendaknya membuat umat Islam sebagai bangsa bisa saling “menghalalkan” atas kekurangan dan kekhilafan, sehingga permusuhan dan pertikaian antarumat tidak lagi terjadi.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menambahkan, momentum penyelenggaraan Halal Bihalal Kebangsaan dinilainya tepat di tengah problem sosial, ekonomi dan politik bangsa saat ini. Menurut Ganjar, kegiatan tersebut sebenarnya adalah replikasi sejarah di masa Presiden Soekarno.

“Halal Bihalal Kebangsaan lebih kontekstual karena problem sosial, politik, ekonomi dan kebangsaan hari ini. Rasanya pertemuan ini jadi relevan karena kita belajar dari sejarah. Beginilah kalau umaro bertemu ulama, umaro bertanya pada ulama dan sejarah itu sudah pernah terjadi di masa Bung Karno,” beber dia.

Orang nomor satu di Jawa Tengah itu menceritakan, saat menghadapi persoalan bangsa, Presiden Soekarno pernah bertanya pada ulama, bagaimana menyelesaikannya. Presiden mendapat jawaban, yang harus dilakukan adalah bersilaturahmi dan berdialog dengan ulama.

“Dalam konteks ilmu pengetahuan, saya kira ini demokrasi yang deliberatif. Semua terlibat. Semua bicara. Saat itulah yang terjadi dan muncul kata halal bihalal. Dan hari ini tradisi itu kita teruskan. Mudah-mudahan banyak persoalan kebangsaan yang bisa kita selesaikan dengan halal bihalal,” urainya.

Presiden RI Ir H Joko Widodo yang secara khusus datang ke Semarang menghadiri Halal Bihalal Kebangsaan mengungkapkan, ketika bertemu dengan para pemimpin dunia, pada saat membuka pembicaraan, dia selalu menyampaikan, Indonesia adalah negara yang sangat besar. Terdiri lebih dari 17 ribu pulau, 714 suku, ribuan bahasa lokal, dan puluhan ribu seni budaya. Cerita yang antara lain disampaikan kepada Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud, Presiden Mesir Abdul Fattah as-Sisi, dan Syekh Tamim (Emir Qatar) itu mendapat respon kekaguman. Mereka tidak menyangka, besarnya Indonesia tidak seperti yang dipikirkan.

“Terakhir dengan Presiden Afganistan, Pak Ashraf Ghani yang bertanya bagaimana eksistensi Indonesia bisa (terjaga) puluhan tahun. Beliau melihat, ketenangan, kerukunan, interaksi antarumat beragama di Indonesia dalam posisi baik. Kuncinya dimana? Saya sampaikan kuncinya di (ideologi bangsa), Pancasila,” urai mantan Gubernur DKI itu.

Kala itu, imbuh Jokowi, Presiden Ashraf Ghani berpesan supaya dia menjaga Indonesia agar jangan sampai terjadi konflik sosial seperti yang terjadi di negaranya. Sebab, berdasar pengalaman konflik sosial di negaranya yang hanya memiliki tujuh suku, begitu sudah terjadi konflik, akan sangat sulit mempersatukan kembali.

Berkaca dari situ, Jokowi kembali mengingatkan kepada seluruh elemen bangsa agar menjaga Pancasila. Kesadaran itu mesti dipunyai masing-masing individu. Kebhinnekaan Indonesia merupakan kehendak Allah SWT yang mesti disyukuri.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait