Keluarga pun Mesti di-“Branding”

  • 25 Apr
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Kualitas seorang anak, apakah dia terlahir sehat dan cerdas atau tidak, ternyata tidak hanya ditentukan dari gen ibu, tapi juga bapak. Menurut psikolog Universitas Diponegoro, Hastaning Sakti, bapak ikut menentukan kualitas anak karena yang membuahi indung telur adalah bapak.

“Kalau ingin menciptakan generasi Indonesia yang bagus, harusnya dari laki-lakinya. Kalau laki-lakinya, perokok, minum-minuman keras, pakai narkoba, apakah sperma laki-laki itu sehat? Sperma ini yang akan membuahi indung telur ibu. Kalau yang masuk baik, maka jadilah baik,” kata Hasta dalam dialog interaktif Mewujudkan Generasi Berkualitas di Jawa Tengah bersama Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Provinsi Jawa Tengah Hj Atikoh Ganjar Pranowo di Studio Mini Kantor Gubernur, Selasa (25/4).

Dia menerangkan, seorang ibu yang mengandung, sebenarnya hanya menerima benih dari suaminya. Karenanya, seorang suami pun mesti menyadari, ketika menginginkan anaknya berkualitas baik, dia yang mesti mengawali. Selanjutnya, ibu yang menjaganya dengan asupan makanan bergizi, melahirkan, dan memberikan ASI.

Sebelum membangun sebuah keluarga, imbuh Hasta, setiap pasangan juga harus memahami jika keluarga adalah layaknya organisasi. Sehingga, sejak awal berkeluarga sudah mesti mencanangkan branding atau value dari sebuah keluarga. Dengan begitu, tujuan membangun keluarga menjadi jelas.

“Misalnya, saya adalah pendidik, suami saya juga sama, maka value keluarga saya adalah pendidik. Jadi, ketika suami pergi ke mana pun untuk mengajar, dan saya pergi ke mana pun untuk mengajar, kita tahu bahwa kita adalah keluarga pendidik. Kalau di perusahaan, itu seperti visi. Kemudian misinya apa? Misinya adalah ketika kita mencanangkan sebagai keluarga pendidik, wirausaha, atau apapun, mari kita wujudkan misi itu dengan action kita,” jelas dia.

Senada dengan Hasta, Ketua TP PKK Provinsi Jawa Tengah Hj Atikoh Ganjar Pranowo mengatakan, keluarga sebenarnya adalah teamwork. Kalau teamwork-nya kuat, akan lebih mudah mencapai berbagai kesepakatan dalam keluarga. Dia mencontohkan kesepakatan dalam mendidik anak.

“Kalau teamwork kuat, Insya Allah kita akan sepakat, salah satunya bagaimana kita mendidik anak kita. Tapi kalau semua ditimpakan ke kita (perempuan), biasanya memang sasarannya si anak. Kalau posisi seperti itu kan subordinat. Biasanya dalam posisi subordinat, dia juga akan mencari korban lain untuk pelampiasan,” jelas ibu dari Muhammad Zinedine Alam Ganjar itu.

Sebaliknya, ujar Atikoh, jika kedudukan suami dan istri dalam melaksanakan tugas dan kewajiannya setara, akan menjadi support bagi sang istri. Sebab, perempuan merasa dihargai, baik sebagai seorang istri maupun ibu.

“Dalam lingkup seperti itu kan berarti kita dibahagiakan. Kita kemudian bisa memberikan energi positif kepada keluarga dan lingkungan kita,” tuturnya.

Untuk memberikan dukungan istri dalam rangka membangun teamwork keluarga yang kuat, menurut Atikoh, tidak sulit. Suami cukup memberikan perhatian-perhatian kecil. Seperti memuji masakan istri, dan membantu pekerjaan rumah tangga.

“Men-support perempuan gampang sekali. Kalau istri masak dipuji, enak sekali. Rasanya capek hilang semua. Hal-hal kecil sangat mengapresiasi para  ibu-ibu dan itu ada kaitanya bagaimana ibu berperilaku pada anak,” tutupnya.

 

Penulis :Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait