Pengolah Daging Mesti Bebas Bau Asap Rokok

  • 31 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Semarang – Kalau dapat daging kurban, jangan dicuci dulu. Jangan pakai plastik kresek hitam untuk wadah daging, bahaya.

Menjelang Lebaran, imbauan-imbauan seperti itu banyak beredar di whatsapp maupun media sosial. Ada yang percaya, ada pula yang mengabaikan imbauan tersebut, mengingat saat ini banyak beredar berita hoax. Lantas, apakah imbauan tersebut dapat dipercaya?

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Jawa Tengah Ir Agus Wariyanto SIP MM melalui Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Drh Setijawati Noegraeni menjelaskan, pencucian daging kurban setelah penyembelihan memang tidak dianjurkan. Sebab, jika dicuci daging akan cepat busuk mengingat air mengandung banyak bakterinya. Tingkat keasaman (pH) daging layu tanpa dicuci sudah cukup untuk menekan perkembangbiakan bakteri.

Penanganan daging kurban, menjadi hal yang mutlak diperhatikan. Jangan lagi menyatukan jeroan dan daging, melainkan kemaslah keduanya dalam bungkus makanan secara terpisah. Sebab, bakteri yang ada pada jeroan rentan berkembang pada daging.

“Plastik yang digunakan mesti diperhatikan. Gunakan plastik khusus pembungkus makanan atau plastik bening. Sebab, plastik berwarna, termasuk plastik hitam merupakan plastik daur ulang, sehingga zat toksin yang terkandung pada plastik dikhawatirkan mencemari daging,” ungkap wanita yang biasa disapa Eni.

Untuk menghindari cemaran pada daging, hindari kontaminasi dari tangan manusia dan peralatan, seperti, pisau, talenan, alas, yang kotor. Jaga daging dari lalat atau serangga. Petugas yang menangani daging dituntut menjaga kebersihan diri. Antara lain, memakai pakaian yang bersih, mencuci tangan setiap kali menyentuh/ memegang benda/ bahan yang kotor, terutama setelah dari toilet. Sebab, hal tersebut dapat menambah cemaran bakteri pada daging sehingga membuat daging lebih cepat busuk. Mengingat daging juga mudah menyerap bau, orang yang menangani daging dianjurkan untuk bebas dari bau tidak sedap termasuk bau rokok/ asap rokok.

“Perlu diingat, jeroan hijau (bagian pencernaan) memiliki tingkat kontaminasi bakteri paling tinggi sehingga jeroan hijau tersebut harus direbus dahulu sebelum dibagikan. Sebaiknya jangan pernah dicampur dengan daging maupun jeroan merah (jantung, paru, hati),” tuturnya.

Eni mengingatkan agar daging kurban yang telah diolah segera distribusikan. Pasalnya, penyimpanan tanpa pedingin tidak boleh melebihi empat jam. Daging yang diterima dan masih belum akan diolah, sebaiknya dimasukkan lemari pendingin untuk menekan perkembangbiakan daging. Semakin segera disimpan di lemari pendingin akan semakin mencegah daging cepat busuk.

Ditambahkan, penanganan daging kurban sebelum penyembelihan hingga didistribusikan memang mesti benar-benar diperhatikan. Sehingga daging yang diberikan kepada masyarakat terjamin kehalalan dan keamanannya. Sebelum disembelih, pastikan hewan kurban dalam kondisi sehat. Ciri sederhananya, bulu bersih dan tidak kusam, lincah, nafsu makan baik, suhu tubuh normal, lubang kumlah (mulut, mata, hidung, telinga dan anus) bersih dan normal.

Hewan yang dipilih juga tidak cacat, misalnya pincang, buta, telinga rusak, dan lain lain. Syarat lainnya, cukup umur, tidak kurus, jantan, dan betina yang tidak produktif. Sebab, berdasarkan UU 41 tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 86a dan 86, jelas dilarang melakukan pemotongan ternak ruminasia ( sapi, kerbau, kambing dan  domba) betina produktif .

Petugas penyembelih, laki-laki muslim dewasa, sehat jasmani rohani, memiliki pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam penyembelihan halal yang baik dan benar. Sarana yang digunakan untuk menyembelih pun ada syaratnya. Antara lain, kandang penampungan sementara bersih, kering dan mampu melindungi hewan dari panas matahari dan hujan, terpisah dari sarana umum serta tempat penjualan makanan dan minuman. Lubang penampungan darah berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m untuk setiap 10 ekor kambing atau 0,5 x 0,5 x 1 m untuk setiap 10 ekor sapi, tersedia air bersih yang mencukupi untuk mencuci peralatan dan jeroan selama proses penyembelihan berlangsung.

“Sediakan pula tempat khusus untuk penangangan daging yang harus terpisah dari penangan jeroan, yang senantiasa terjaga kebersihannya. Pisau atau golok yang digunakan harus tajam, sehingga menjamin dapat memutus pembuluh darah, tenggorokan dan saluran makanan, senantiasa terjaga kebersihannya dan tidak berkarat,” bebernya.

Sebelum disembelih, dilakukan pemeriksaan antemortem untuk memastikan hewan benar-benar layak untuk dikonsumsi. Pemeriksaan yang sama juga dilakukan setelah hewan kurban disembelih atau disebut dengan postmortem. Pemeriksaan kesehatan karkas dan organ tertentu (jeroan) itu untuk memutuskankan apakah daging aman dan layak dikonsumsi.

“ Kalau ada hati atau paru yang rusak dianjurkan untuk dibuang. Hati yang rusak biasanya karena infestasi cacing hati (Fasciola sp). Dikhawatirkan toksin yang ditinggalkan cacing tersebut akan membahayakan kesehatan manusia. Paru yang bercak merah dikhawatirkan kemungkinan TBC yang bersifat zoonosis/ menular ke manusia,” jelas Eni.

Untuk pemeriksaan itu, Disnakeswan Provinsi sudah menerjunkan timnya mulai Rabu (30/8). Selain itu, juga ada petugas dari kabupaten/ kota. Pemeriksaan akan terus dilakukan sampai penyembelihan selesai.

“Kami menurunkan 50 orang personel, 30 orang dari dinas (Disnakeswan Jateng), dan 20 orang mahasiswa Fakultas Peternakan Undip,” tandas Eni. (Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait